Minggu, 24 April 2011

KARAKTERISASI LAPISAN EMULSI PROTEIN

KARAKTERISASI LAPISAN EMULSI PROTEIN
Oleh : C.M.P. Yoshida dan A.J. Antunes


Abstrak – Asam Stearic telah dimasukkan ke dalam protein whey melalui emulsifikasi untuk menghasilkan lapisan-lapisan. Lapisan protein whey dipersiapkan dengan menyebarkan 6.5% protein dalam air suling. Glycerol adalah agen plasticier. Asam stearic ditambahkan pada tingkat yang berbeda (0.0 sampai 1.0%) dan lapisan tersebut dianalisa pada jalur berbeda (5.0, 6.0, 7.0, dan 9.0). Lapisan emolsi ini dievaluasi sifat-sifat mekaniknya, permeabilitas uap air dan daya larut protein. Telah diamati bahwa permeabilitas uap air dan nilai daya larut protein lapisan tersebut diturunkan dengan meningkatkan kandungan asam lemak dalam lapisan tersebut, tetapi sifat-sifat mekanik juga diturunkan.
Kata-kata kunci: protein whey, lapisan yang enak dimakan, permeabilitas uap air, sifat-sifat mekanik.

Pendahuluan
Lapisan protein yang enak dimakan memberi alternative efisien untuk pengemasan yang memberi halangan bagi kelembaban, gas atau larutan, memperbaiki integritas mekanik makanan, memindahkan bahan makanan dan secara sempurna bisa membiodegradasi, mereduksi polusi lingkungan ini.
Lapisan terdiri dari bahan polimerik sebagai agen yang membentuk; akan tetapi lapisan yang terbentuk hanya dari bahan polimerik seperti misalnya protein atau polisakardia adalah rapuh, terutama pada kelembaban yang relatif rendah, mensyaratkan penggunaan plasticizer untuk meningkatkan fleksibelitas. Molekul plasticizer mereduksi kekuatan menarik di antara rantai protein, meningkatkan mobilitas dan fleksibelitas filmogenic matriknya (Coupland dkk., 2000). Plasticizer didefinisikan sebagai molekul tidak volatile yang ditambahkan pada bahan polimerik untuk mengubah struktur tridimensional mereka, menurunkan kekuatan antar molekuler sepanjang rantai protein dan menciptakan volume bebas dan mobilitas lapisan (Banker, 1966). Polyols, misalnya glycerol dan sorbitol, adalah digunakan secara ekstensif untuk tujuan ini.
Karakteristik yang diperlukan dari lapisan yang enak dimakan adalah untuk mengontrol masa transfer (kelembaban, gas dan larutan) untuk memperbaiki mutu makanan dan memperlama masa hidup makanan. Kelembaban adalah variabel penting dalam menjaga mutu maklanan, kesegaran dan kerenyahan makanan dan menghindari pertumbuhan microbial, penyusutan, hilangnya kekuatan dan penurunan (Krochea dan De-Mulder Johnston, 1997).
Lapisan protein whey menghasilkan lapisan transparan dan fleksibel dengan halangan oksigen yang ekselen dan sifat-sifat mekanik yang baik (Chen, 1995). Akan tetapi, lapisan protein whey memilki sifat-sifat halangan kelembaban yang buruk karena hidropilisitasnya dan/atau dengan tingkat plastisitas yang ditambahkan pada larutan filmogenic. Pemasukan senyawa hydrophotic, seperti misalnya asam lemak, monoglicerida dan lilin, pada larutan lapisan mereduksi permeabilitas uap air lapisan protein telah dikaji. Efisiensi sifat-sifat halangan lapisan bergantung pada polaritas dan distribusi seragam partikel lipid dalam matrik protein (Kamper dan Fennema, 1984; Debeaufort dkk., 1993).
Lapisan lipid adalah halangan kelembaban yang baik, tetapi biasanya mensyaratkan pelarut dan suhu tinggi untuk membentuk lapisan dan menunjukkan sifat-sifat mekanik (McHugh dan Krochta, 1994).
Emulsi adalah sistem yang heterogen yang mengandung paling tidak satu cairan immiscible yang tersebar dalam cara lain yang menstabilkan tetesan partikel. Agen pengemulsian atau surfactant seringkali penting untuk memperbaiki stabilitas partikel-partikel lipid. Dalam lapisan lipid-protein, protein bertindak sebagai agen emulsifier, menurunkan tensi antar muka di antara fase protein dan fase lipid (Baldwin dkk., 1997). Stabilitas emulsifier dipengaruhi oleh morfologi lapisan, dengan karakteristik fase kontinyu (pH, viskositas, kekuatan ionic) dan dengan fase penyebaran (ukuran, densitas tetesan lipid) (Perez-Gago dan Krochta, 1999). Interaksi protein dan lipid di permukaan antar muka bergantung pada homogenisasi dan ukuran tetesan (Jost dkk., 1986).
Tipe dan konsentrasi asam lemak memiliki pengaruh pada sifat-sifat lapisan seperti misalnya karakteristik permeabilitas, derajat reaksi velositas, retensi warna dan sifat-sifat mekanik (Santosa dan Padua, 1999). Pengaruh pH pada pembentukan lapisan emulsi whey telah dikaji oleh Perez-Gago dan Krochta (1999). Pada pH di atas atau di bawah titik isoeletetric (pI) protein, permeabilitas uap air lapisan emulsi telah menurun.
Tujuan karya ini adalah untuk mengkaji pengaruh penambahan lipid pada larutan yang membentuk lapisan pada permeabilitas uap air, stabilitas protein daya larut protein dan sifat-sifat mekanik lapisan emulsi asam protein/stearic.

BAHAN DAN METODE
Bahan Baku
Konsentrasi protein whey/Whey Protein Concentrate (EPC) telah disuplai oleh CALPRO Ingredients Ltd. Glycerol (Merck) telah digunakan sebagai plastizer. Asam stearic (Riedel-de-Hacu) sebagai senyawa yang dimasuki lipid. Sodium klorida (Merck) telah digunakan untuk pembentukan larutan garam jenuh (75% kelembaban relatif).

Pembentukan Lapisan
Larutan lapisan protein whey dipersiapkan dengan menyebarkan 6.5% protein (WPC) dalam air suling; 3.0% glycerol (agen plasticizer) telah ditambahkan dalam penirisan. Larutan tersebut dipanaskan dalam bak air dengan 90oC selama 30 menit, dan 1.0% asam stearic telah ditambahkan. Setelah lipid meleleh, larutan dihomogenisasi secara langsung selama 10 menit dalam mixer mekanik di hot plate dan kemudian didinginkan pada suhu ruang. Larutan diturunkan gasnya dengan pompa vacuum untuk menghilangkan gelembuing udara. pH telah disesuaikan (7.0) dengan 1M CH3COOH atau 1M NaOH. Larutan tersebut dituangkan ke dalam piring plastic (polyethylene) dan dikeringkan selama satu malam pada suhu ruang.


Permeabilitas Uap Air
Permeabilitas uap air/water vapor permeability (WVP) lapisan telah ditentukan menggunakan metode standar gravimetric ASTM E96-95 (ASTM, 1995). Lapisan tersebut telah ditetapkan pada ujung sel uji yang mengandung desiccant (silica gel). Sel uji ditempatkan dalam ruang dengan suhu terkontrol dan kelembaban realtif (25oC dan 75% rh). Rembesan sel ditimbang sebelum dan sesudah lima hari inkubasi, dan kemudian bobot yang diperoleh digunakan untuk mengkalkulasi permeabilitas uap air. Ada paling tidak lima pengulangan per eksperimen.

Sifat-sifat Mekanik
Uji tensile untuk menentukan kekuatan tensile/tensile strength (TS) dan prosentasi elongasi (E) pada jeda telah dilakukan menurut metode standar ASTM D882 (ASTM, 1995). Lapisan dipotong ke dalam 25.4 x 100.0 mm garis-garis dan kemudian diprakondisikan pada 75% kelembaban relatif dan 25%C selama 48 jam. TS dan E diukur menggunakan texturometer TATX2 Instruments (Stable Microsystems SMS). Pemisahan pegangan awal ditetapkan pada 50mm dan kecepatan lintas ujung (crosshead) ditetapkan pada 1mm/menit. TS dikalkulasi dengan membagi kekuatan maksimum pada jeda dengan ketebalan, dan prosentase elongasi dikalkulasi perbedaan jaraknya di antara grip yang menahan specimen lapisan sebelum dan sesudah jeda. Telah ada paling tidak pengulangan per eksperimen.

Daya Larut Protein
Sampel-sampel lapisan dipotong di dalam potongan-potongan kecil (10mm) dan jumlah yang mengandung 100mg protein ditimbang dan kemudian dicelupkan dalam buffer Mcllvaine dan dikocok dalam vortex selama 1 menit. Campuran disimpan tanpa ada kocokan selama 48 jam dan kemudian dikocok lagi dalam Vortex selama 1 menit, diikuti dengan penyaringan melalui kertasi filter. Protein dalam supernatant diukur dengan Kejdhal semi mikro (AOAC, 1997). Hasilnya dikalkulasi sebagai % protein yang bisa larut, menurut Motoki dkk., (1984).

Ketebalan Lapisan
Ketebalasan lapisan telah diukur menggunakan micrometer (Mitutoyo Mfg Co. Ltd. Japan) dan pegukuran dilakukan pada lima posisi acak pada lapisan tersebut. Nilai rata-rata telah digunakan untuk penentuan sifat-sifat.

Hasil
Lapisan emulsi protein whey telah diperoleh pada keasaman pHc yang berbeda (5.0, 6.0), netral (7.0) dan alkaline (9.0). Ssam stearic dimasukkan ke dalam larutan lapisan emulsi di tingkat berbeda (0.0-1.0%). Pada pH 5.0 dan 6.0, tidak ada lapisan intak yang terbentuk, lapisan intak adalah rapuh, tidak homogeny dan sulit dipegang. Dengan demikian memungkinkan mengukur sifat-sifat akhir. Kagipula, pH ini, larutan yang membentuk lapisan memiliki viskositas tinggi yang mempersulit menghilangkan gelembung udara sebelum pencetakan la[isan. Satu penjelasan yang memungkinkan adalah bahwa pada pH mendekati titik isoterik protein, perubahan bersihnya mendekati kosong, repulse elektrostatik menjadi lemah dan interaksi yang menarik meningkat, menyebabkan agregat protein dan sebagai konsekuensi larutan kapisan yang sangat lekat telah terbentuk. Pengaruh pH pada pengemulsifan dan kapasitas pembentukan-lapisan telah diatributkan pada perubahan kesesuaian dalam struktur protein whey (Shimuzu dkk., 1985).
Hasil serupa telah diperoleh oleh Perez-Gago dan Krochtz (1999) untuk lapisan emulsi protein whey/lilin lebah pada pH 4.0-5.0; dalam kondisi ini lapisan adalah rapuh dan retak-retak telah berkembang, mengakibatkan permeabilitas uap air relatif tinggi. Viskositas yang lebih tinggi larutan filmogenic terjadi karena agregasi protein-protein yang mungkin menurunkan mobilitas lipid dan saling berubah, mereduksi sifat-sifat halangan lapisan.

Daya Larut Protein
Lapisan protein whey menunjukkan integritasnya sepanjang perlakuan pencelupan lapisan (48jam). Hal ini menunjukkan bahwa jaringan polimer protein adalah sangat stabil dan bahwa hanya molekul kecil seperti misalnya peptide kecil, monomer dan bahan non protein yang telah bisa larut.
Daya larut protein menurun bersamaan dengan peningkatan konsentrasi asam stearic dalam formulasi lapisan, mengkonfirmasikan bahwa konsentrasi senyawa hydrophobic yang lebih tinggi mengakibatkan mobilisasi parsial protein pada interface protein-lipid (Gambar 1).
Pengaruh pH kepada daya larut protein ditunjukkan dalam Gambar 1. Daya larut adalah lebih rendah pada pH alkaline, menunjukkan kepaduan tinggi matrik lapisan emulsi pada pH 9.0. Pembukaan alkalinitas kelompok SH. Perez-Gago dan Krochta (1999) mengamati bahwa pada pH>8.0, kelompok SH relatif mengarah kepada reaksi saling pertukaran disulfide yang dapat menyebabkan entrapment partikel lipid dalam jaringan protein, mencegah fase pemisahan.
Gambar 1: Daya larut protein lapisan emulsi protein yang diperoleh pada pH 7.0 dan 9.0.

Permeabilitas Uap Air
Lapisan protein adalah hidropilik dan konsekuensinya mereka memberi permeabilitas uap air yang tinggi. Telah dikaji pemasukan lipid ke dalam larutan lapisan memperbaiki efisiensi halangan ini. Dengan demikian, lipid memilki sifat-sifat mekanik yang buruk yang menyebabkan konsentrasi lipid sebuah variabel penting dalam permeabilitas uap air dan sifat-sifat mekanik lapisan emulsi.
Pengaruh konsentrasi asam stearic pada permeabilitas uap air lapisan emulsi protein whey diilustrasikan dalam Gambar 2. WVP telah direduksi pada tingkat tinggi penambahan lipid, terutama pada pH alkaline (9.0). Asam lemak memberi mobilitas rendah, membentuk lapisan viskositas pada interface air dan minyak dan mereduksi difusifitas uap air. Perez-Gago dan Krochta (1999) memperoleh hasil serupa dengan lilin lebah/ isolasi protein whey dan Shellhammer dan Krochta (1997), dengan lapisan emulsi protein whey dengan tingkat lipid yang berbeda.
Sifat-Sifat Mekanik
Pemasukan lipid ke dalam lapisan protein menghasilkan kekuatan tensile lebih rendah pada jeda, menunjukkan bahwa mereka menjadi lebih lemah dan tidak homogeny. Hal ini dapat dijelaskan dengan fakta bahwa fase protein memiliki kekuatan tensile lebih tinggi dibanding fase lipid. TS telah direduksi dengan konsentrasi asam stearic lebih tinggi yang ditambahkan pada pH 7.0 dan 9.0, tetapi pada pH 7.0 lapisan lebih stabil dan lebih kuat, mensyaratkan kekuatan lebih besar untuk memecah struktur mereka (Gambar 3).
Asam lemak yang mengandung kelompok carboxyl dalam molekulenya yang dapat bersaing dengan rantai protein, mereduksi antar perubahan polymer dan akibatnya menurunkan kekuatan tensile lapisan yang enak dimakan.
Homogenisasi dan ukuran partikel lipid mempengaruhi sifat-sifat mekanik. Diameter dan distribusi partikel lipid sepanjang jaringan polimerik memiliki pengaruh pada kekuatan tensile dan prosentase elongasi lapisan protein. Ketika ukuran partikel menurun dan distribusi yang homogeny terjadi, matrik lapisan yang kontinyu dan rutin telah terbentuk.
Prosentase elongasi pada jeda secara jelas menurun ketika konsentrasi asam stearic meningkat (Gambar 4), dengan demikian fleksibelitas lapisan emulsi protein whey telah berkurang. Hal ini bisa diatributkan pada kemungkinan pembentukan matrik lapisan tidak kontinyu karena adanya bulatan kecil lipid. Pada pH 7.0, reduksi elongasi adalah lebih tinggi dibanding pada pH 9.0. Fase protein memberi elastisitas lebih tinggi dibanding memberikan fase lipid dibanding dengan hasil lapisan protein whey dengan dan tanpa pemasukan asam stearic.
Elastifitas kapisan emulsi protein menurun bersama dengan integritas struktural yang rendah matrik yang diperoleh. Hasil serupa telah dilaporkan oleh Yang dan Paulson (2000) untuk tambahan asam stearic, asam palmitic dan lilin lebah pada lapisan emulsify gellan.
Homogenitas lapisan emulsi adalah penting untuk memperoleh sifat-sifat mekanik yang baik, karena keretakan, lubang jarum dan partikel tak bisa larut dapat memberi peningkatan pada daerah yang lemah dalam matrik lapisan.

Gambar 2: Permeabilitas Uap Air dalam Lapisan Emulsi Protein Whey yang Diperoleh pada pH 7.0 dan 9.0.
Gambar 3: Kekuatan tensile pada jeda dalam lapisan emulsi protein whey yang diperoleh pada pH 7.0 dan 9.0.

Gambar 4: Prosentase elongasi pada jeda dalam lapisan emulsi protein whey yang diperoleh pada pH 7.0 dan 9.0.

Kesimpulan
Potensi untuk mengubah lapisan protein whey melalui penambahan asam lemak telah diamati. Penambahan asam stearic kepada lapisan protein whey memperbaiki sifat-sifat akhir, menurunkan daya larut protein dan permeabilitas uap air lapisan protein whey. Akan tetapi, sifat-sifat mekanik lapisan telah menurun. Pada pH alkaline, permeabilitas uap air dan daya larut alkaline lebih efektif dibanding pH 7.0 dan kekuatan tensile telah menurun prosentasenya.
kuliah di luar kampung halaman merupakan hal yang tersulit dalam hidup berbagai siswa sekolah menengah atas yang akan mencari kuliah. itu dikarenakan karena jarak antara kampung halamannya dengan kampus mungkin sangat jauh. hal serupa terjadi pada diriku. aku merupakan seorang murid sma di salah satu sekolah terkenal di denpasar,bali. pasti pada tau bali kan? yah..tau lah..bali tu tempaat kumpulnya orang-orang bule, pakai bikini,bisa curi-curi panang deh,dan hal macam-macam lainnya. pertama kali ingin meniggalkan bali,serasa mau mati. ga rela ninggalin orang tua,keluarga,bahkan pacar sehidup sematiku. tapi,mau di bilang apa juga uda ga bisa di hindari lagi. Tuhan telah memanggilku ke malang untuk kuliah di salah satu kampus ternama disana. disana aku binggung buat kali pertama. mau tahu kenapa?? yah,karena jalan disini bikin bingung banget. jalan disini beda banget sama yang ada di kampung halamanku bali. nah,untuk sekedar info aja,namaku ngurah,nama lengkap ku I Gusti Ngurah Pratama Putra. yang sekarang nie kuliah di malang.