BAB
I PENDAHULUAN
Biskuit adalah
produk panggang dalam bentuk potongan kecil dan mempunyai tekstur atau
konsistensi yang kering, renyah dan tekstur pori yang lebih rapat. Biskuit
meupakan produk yang berukuran tipis dengan kadar air relatif rendah (±5%), adonannya
digiling menjadi lembaran-lembaran tipis yang kemudian dipotong atau
dipanggang. Atau dapat dikatakan bahwa biscuit merupakan produk yang diproleh
dengan memanggang adonan dari tepung terigu dengan penambahan bahan makanan
lain dan dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan makanan yang dizinkan dengan
kadar protein tidak boleh kurang dari 9% dan kadar air tidak boleh lebih dari
5% (Utami,1991).
Menurut
Wallington (1993) biskuit
adalah produk yang memiliki struktur dan rupa yang tipis, memiliki rasa manis
dan kadar air yang rendah. Sifat masing-masing biskuit ditentukan oleh jenis
tepung yang digunkan, proporsi gula dan lemak, kondisi dari bahan-bahan
tersebut pada saaat ditambahkan dalam campuran, metode pencampuran, penanganan
adonan dan metode pamanggangan.
Secara umum menurut
Faridi (1994) komposisi kimia
biscuit setiap 100 gram dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Kandungan
|
Jumlah
|
Kalori (kkal)
|
458
|
Air (%)
|
2.2
|
Karbohidrat (%)
|
75.1
|
Protein (%)
|
6.9
|
Lemak (%)
|
14.4
|
Vit B1 (mg)
|
0.09
|
Besi
(mg)
|
2.7
|
Kalium (mg)
|
62
|
Fosfor (mg)
|
87
|
Tabel 1.
Komposisi Kimia Biskuit per 100 g Bahan
Biskuit
memiliki kadar air yang rendah dengan tingkat kekerasan, kerapuhan dan
kerenyahan yang bervariasi. Perbedaan kadar air yang terdapat pada biskuit akan
memberikan pengaruh terhadap tekstur biskuit. Tektur pada bikuit dikatakan rapuh bila dapat
dipatahkan dengan mudah tanpa didahului oleh adanya perubahan bentuk saat
diberi tekanan (Anonymousa, 2002).
Berdasarkan
jenisnya, produk biskuit dapat dibedakan menjadi 2 jenis yaitu biskuit manis dan biskuit asin. Biskuit
manis atau disebut juga biskuit keras
merupakan jenis biskuit dengan rasa manis yang dibuat dari adonan
keras, berbentuk pipih, bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur padat,
dapat berkadar lemak tinggi atau rendah. Sedangkan biskuit asin atau disebut
juga kreker merupakan jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras melalui
proses fermentasi atau pemeraman, berbentuk pipih yang rasanya mengarah asin
dan relatif renyah, serta bila dipatahkan penampangnya potongannya
berlapis-lapis (Anonymousb, 2006).
Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk menambah wawasan mahasiswa
tentang produksi biskuit dari bahan yang digunakan, alat yang
digunakan serta
cara pembuatan biskuit. Tujuan
berikutnya adalah untuk
mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama melaksanakan perkuliahan dalam dunia
industri serta untuk mempelajari
segala hal tentang produksi biskuit
yang sesuai dengan teknologi hasil pertanian.
BAB
II BAHAN BAKU
2.1 Bahan Baku
2.1.1 Tepung Terigu
Tepung terigu merupakan bahan utama dalam pembuatan biskuit. Tepung terigu yang
berkualitas untuk produksi biskuit adalah tepung terigu hasil penggilingan
gandum lunak (soft) dan lemah (weak) yang cendrung memberikan tekstur yang lembut
dan eating quality yang bagus. Gandum lunak baik digunakan karena kandungan
proteinnya tinggi dan glutennya sedang, tetapi kandungan patinya tinggi,
sehingga adonan yang dihasilkan tidak lengket, daya pengembangannya kecil,
dapat membentuk adonan yang stabil selama pencampuran dan dapat mengikat gas
selama proses pemanggangan ( Faridi,1994)
Fungsi dari penggunaan tepung terigu yaitu sebagai
pembentuk jaringan kerangka dari produk biskuit akibat pembentukan gluten.
Protein yang terkandung dalam tepung terigu yang tidak larut dalam air (Gliadin
dan Glutenin) akan menyerapan air dan akan membentuk gluten. Tepung terigu dengan kandungan protein
rendah digunakan agar pengembangan adonan akibat gluten yang terbentuk tidak
terjadi secara berlebihan (sifat gluten yang tidak begitu kuat) karena pada
biskuit bukan pengembangan adonan yang diperlukan seperti pada produksi roti (Astawan,2001)
2.2 Bahan Pembantu
2.2.1 Tepung Tapioka
Tepung tapioka ini merupakan bahan
campuran produk tertentu yaitu pada pembuatan biskuit. Fungsi penambahan tepung
tapioka pada pembuatan adonan biskuit sebagai tepung substansi agar
ketergantungan terhadap tepung gandum atau tepung terigu tidak terlalu besar.
Kandungan tapioka yang paling penting adalah amilosa dan amilopektin yang menyebabkan
proses penyerapan air selama pemasakan, hal ini menyebabkan produk akhir renyah (Astawan,2001).
2.2.2 Gula
Gula
merupakan bahan penting dalam pembuatan adonan biskuit karena memberikan rasa
manis terhadap produk yang dihasilkan, memberikan tekstur yang bagus, mengatur
fermentasi serta warna yang lebih baik. Gula yang digunakan adalah gula kristal
(sukrosa) dan dekstrosa (Eliason,1996)
Gula yang
digunakan sebagai penabur di atas biskuit, gula cair, gula khusus (gula cair
fermentasi) merupakan gula khusus
merupakan gula kristal yang dicairkan dan didalamnya telah dibiakkan yeast
selama kurang lebih tiga hari. Fungsi dari gula fermentasi ini adalah agar
biskuit yang dihasilkan memiliki aroma (flavor) yang berbeda. Gula halus
berasal dari gula kristal (sukrosa) yang diolah secara khusus (dihaluskan)
sebelum digunakan. Sedangkan dekstrosa merupakan produk yang sudah tersedia di
pasaran (Eliason,1996).
2.2.3 Lemak
Lemak
atau minyak yang digunakan dalam pembuatan adonan biskuit terdiri dari tiga
macam yaitu minyak goreng, shortening, dan baker’s fat. Fungsi lemak dalam
adonan sebagai peminyakan untuk pengembangan sel dalam adonan sehingga dapat
memperbaiki remah biskuit yang dihasilkan
(Ketaren 1986).
Lemak
yang digunakan dalam pembuatan adonan biskuit diantaranya :
1. Minyak
Goreng
Minyak
goreng ini digunakan sebagai pengganti dari margarin karena menurut Ketaren
(1986), pada pembuatan biskuit sifat lemak yang dipentingkan adalah lemak yang
mempunyai nilai shortening serta stabilitas yang tinggi dan bukan lemak yang
dapat membentuk krim atau emulsi. Minyak yang digunakan dalam pembuatan biskuit
adalah minyak yang tidak dihidrogenasi karena minyak kelapa sawit merupakan
minyak dengan asam lemak jenuh tinggi sehingga tahan terhadap ketengikan
oksidatif dan mencegah waxy mouthfeel di mulut.
2.
Shortening
Shortening mempengaruhi pengkerutan dan
keempukan terhadap produk yang dipanggang, dan juga sebagai pelumas dalam
pencegahan pengembangan protein yang berlebihan selama pembuatan adonan biskuit
(Desrosier, 1988).
Penambahan
shortening ini berfungsi untuk memperbaiki tekstur, meningkatkan kelezatan dan
keempukan, memperbaiki aerasi sehingga produk bisa mengembang, memperbaiki cita
rasa dan juga sebagai pengemulsi untuk mempertahankan kelembaban (Ketaren 1986).
3. Baker’s
Fat
Baker’s
fat disebut juga emulsi shoertening, mengandung emulsifier (mono dan
digliserida) yang berguna untuk meningkatkan daya absorbsi dan daya menahan air
sehingga cocok digunakan sebagai salah satu bahan baku dalam pembuatan krim
untuk biskuit yang menggunakan krim. Baker’s fat tidak digunakan dalam
pembuatan adonan biskuit
(Desrosier, 1988).
2.2.4 Air
Air
merupakan bahan yang sangat penting sebab dapat menghasilkan produk yang baik
dan seragam. Air yang digunakan harus memenuhi kriteria air minum yaitu harus
bersih, jernih, tidak berwarna, tidak berbau dan tidak mengandung bahan
tersuspensi atau kekeruhan. Air digunakan terutama sebagai media katalis reaksi
yang terjadi dalam adonan, untuk membentuk adonan dan mempengaruhi tekstur
produk. Reaksi air dengan gluten dapat memberikan sifat keras pada produk
akhir. Air akan menghidrasi protein dan pati dalam tepung dan penting untuk
pengembangan gluten. Beberapa molekul air akan terikat kuat pada protein tepung
selama mixing adonan (De
Man,1997)
2.2.5 Susu Bubuk (Milk Powder)
Salah
satu bahan penting dalam pembuatan biskuit adalah susu, karena susu dapat
memberikan rasa, kenampakan produk akhir, kalsium dalam susu dapat memperkuat
gluten yang terbentuk, efek buffer susu juga dapat menghambat fermentasi serta
warna yang lebih baik (Maltz,1992).
Dalam
pembuatan biskuit ada tiga macam susu yaitu cocoa
powder, whey powder, dan full cream
powder. Cocoa powder digunakan sebagai penambah rasa coklat pada jenis
biskuit tertentu dan sebagai bahan cream coklat. Fungsi whey powder adalah
untuk memperbaiki tekstur, warna, rasa, dan menambah nilai gizi. Sedangkan full
cream powder bertujuan untuk meningkatkan nilai gizi dan memperbaiki cita rasa,
selain itu air dalam susu membantu terbantuknya gluten pada adonan, mengatur
kepadatan adonan, melarutkan, dan menyebarkan adonan (Astawan,2001).
2.2.6 Telur
Telur
yang digunakan dalam pembuatan adonan biskuit adalah telur segar yang
sebelumnya dilakukan pemisahan antara putih dan kuning telur. Telur yang
digunakan dalam pembuatan adonan biskuit hanya bagian kuningnya saja karena
mengandung lesitin yang mempunyai daya pengemulsi dan dapat memberikan cita
rasa, sedangkan bagian putih telur digunakan sebagai bahan dalam pembuatan krim
untuk biskuit jenis bunga gem
(Winarno,1991).
Selain
digunakan kuning telur untuk keperluan sebagai pengemulsi juga digunakan
lesitin yang berasal dari kedelai. Hal tersebut dilakukan karena daya simpan
dari telur sendiri tidak terlalu lama serta ketersediaan telur juga terbatas
sehingga digunakan pula lesitin yang berasal dari kedelai (Winarno,1991).
2.2.7 Garam
Garam
yang digunakan adalah garam yang mengandung iodium. Menurut Matz (1992), efek
penambahan garam dalam adonan secara umum adalah meningkatkan warna remahan dan
butiran kue. Selain itu, penambahan garam dalam pembuatan adonan biskuit
biasanya berfungsi untuk menambah cita rasa dan meningkatkan aroma, memperkuat
kekompakan adonan dan memperlambat pertumbuhan aroma, memperkuat kekompakan
adonan dan memperlambat pertumbuhan jamur pada produk akhir. Penambahan garam
pada adonan juga ditentukan sesuai dengan takaran (formula) yang ada untuk
pembuatan satu kali adonan.
2.2.8 Ragi (Yeast)
Yeast
digunakan pada pembuatan biskuit asin dan manis. Pada biskuit asin, yeast
dicampurkan secara langsung ke dalam adonan saat mixing. Sedangkan pada biskuit
manis, yeast tidak langsung dicampurkan ke dalam adonan namun melalui air gula
spesial saat mixing (Faridi,1994)
2.3 Bahan Penolong
2.3.1 Pengembang (Baking Powder)
Bahan
pengembang yang digunakan yaitu sodium bikarbonat. Bahan pengembang lain yang
digunakan dalam pembuatan adonan biskuit adalah ammonium bikarbonat. Selain
sebagai pengembang senyawa ini juga merupakan senyawa preservatif untuk
memperpanjang daya simpan dari biskuit yang dihasilkan. Menurut Hui (1992),
umumnya ammonium bikarbonat ini dilarutkan di dalam air lalu ditambahkan pada
adonan saat dimixer. Ammonium bikarbonat akan terurai pada suhu tinggi
(Winarno, 2004). Bahan tersebut dipadukan dengan natrium bikarbonat agar
diperoleh kualitas pengembangan dan preservatif yang bagus terhadap produk
akhir biskuit.
2.3.2 Perasa makanan (Food Flavour)
Perasa
makanan (food flavour) yang ditambahkan pada tiap jenis produk berbeda
jenisnya, sesuai dengan rasa yang dikehendaki. Penambahan perasa makanan
dilakukan dengan dua cara yaitu penambahan dilakukan saat pembuatan adonan
seperti rasa susu, kacang, coklat, dan kelapa, atau dilakukan pada krim yang
menjadi isi dari biskuit misalnya pada pinneapple cream ( Hui, 1992)`
2.3.3 Emulsifier
Emulsifier
yang digunakan adalah Soybean Lecithin. Lesitin berfungsi sebagai emulsifier
untuk menstabilkan fase minyak dan air pada adonan sehingga mencegah adonan
lengket saat mixing.
2.3.4 Pewarna Makanan (Food Color)
Pewarna
makanan yang ditambahkan pada produk biskuit disesuaikan dengan rasa yang
dikehendaki penambahan pewarna dilakukan saat pembuatan adonan. Tujuan
penggunaan warna pada produk biskuit yang dihasilkan adalah untuk memulihkan
warna alami makanan, keseragaman warna, memperkuat warna alami, membantu
melindungi flavor dan vitamin selama pengolahan, memberikan penampilan yang
menarik, membantu melindungi karakter yang ada pada produk, sebagai
identifikasi visual terhadap kualitas makanan. Pewarna makanan
yang digunakan antara lain lyncol lemon yellow, apple green, dalfcol panceau
4R, sunset yellow FCF, chocolate flv dan lyncol egg yellow (Hui, 1992)
BAB
III PROSES PENGOLAHAN
3.1 Persiapan
Bahan
Persiapan bahan baku meliputi penimbangan bahan baku dan
bahan-bahan tambahan yang akan digunakan. Awalnya dilakukan penimbangan
dilakukan untuk bahan bersifat padat. Bahan-bahan yang berbentuk tepung harus
melalui saringan dan air blower serta magnit untuk menarik logam. Baru kemudian
disimpan dalam Silo. Bahan lain seperti lemak, minyak, sirup dan sebagainya
disimpan dalam kaleng (Fellous, 1990).
Bahan-bahan yang telah ditimbang sesuai resep kemudian
dibungkus dengan menggunakan plastik. Menurut (Hui, 1992) bahan-bahan yang akan
ditimbang sebelumnya harus lolos dari uji laboratorium terlebih dahulu dan
memenuhi persyaratan, yaitu :
1.
Bebas
dari kontaminasi, kotoran, batu, kontaminasi jamur, mikroba, serangga dan
tikus.
2.
Memenuhi
standar yang berlaku.
Apabila
bahan yang digunakan tidak memenuhi standar yang telah diberlakukan makaakan direject
atau dikembalikan ke supplier menurut perjanjian yang ada.
3.2 Pencampuran (mixing)
Pencampuran bertujuan untuk meratakan bahan yang
digunakan dan untuk memperoleh adonan dengan konsistensi halus dan homogen.
Adonan yang diperoleh harus bersifat cukup kohesif dan relative tidak lengket
sehingga mudah dibentuk (Hui, 1992)
Cara pembuatan biskuit meliputi pembuatan adonan yang
dilakukan dengan mncampur bahan. Pencampuran bahan dilakukan sesuai spesifikasi
biskuit yang akan dibuat, misalnya untuk mendapatkan kue yang bertekstur
menyerpih didapat dengan mencampurkan tepung, lemak terlebih dahulu, kemudian
ditambahkan gula cair, garam dan bahan-bahan lain untuk biskuit yang bertekstur
seperti kue pie dapat diperoleh dengan memperbanyak komponen lemak di dalamnya
(Faridi, 1994).
Pada tahap ini terdapat peluang kreasi dan inovasi
formula sesuai produk akhir yang ingin dihasilkan. Proporsi masing-masing bahan
tersebut akan menghasilkan sifat reologis yang berbeda tergantung dari formula
yang ditambahkan. Pencampuran dilakukan dengan peralatan sederhana yang
dioperasikan dengan tangan apabila jumlah adonannya sedikit dan bila dalam
jumlah besar maka menggunakan peralatan yang sesuai yaitu mixer. Pemilihan
jenis mixer yang sesuai dan tepat akan dapat membentuk adonan yang seragam
tanpa menyebabkan pengembangan adonan yang berlebihan (Fellous, 1990)
Dala proses pencampuran, pertama-tama bahan yang
digunakan seperti garam, lesitin, minyak goring, gula, ammonium bikarbonat dan
air dicampurkan dalam mixer. Kemudian tepung terigu dan tepung tapioka
dicampurkan melalui pipa yang terhubung di lantai dua pabrik yang dimasukkan
secara manual oleh pekerja dari atas. Di setiap mixer sendiri telah terdapat
bel yang menandakan pengisian tepung terigu dan tepung tapioka siap ditambahkan.
Setelah diperoleh adonan yang kalis, adonan akan dipindahkan ke dalam lori yang
telah disediakan dan telah diberi nomor masakan. Pada adonan biskuit asin
dilakukan fermentasi selama ± 40 menit. Suhu fermentasi sekitar 27-32º C. Sedangkan
adonan biskuit manis ditambahkan air gula special dimana air gula ini merupakan
air gula fermentasi yang terdiri dari gula yang dicairkan kemudian ditambahkan
yeast dan di fermentasi selama 3 hari (Maltz, 1992).
3.3 Pemipihan
Pemipihan dilakukan untuk membentuk adonan manjadi
lembaran dengan ketebalan yang lebih tipis dari sebelumnya dan seragam. Adonan
dilewatkan pada roll press yang berputar berlawanan arah sehingga adonan
berbentuk lembaran. Proses pemipihan ini berlangsung sebanyak 3 kali agar
mendaapatkan hasil akhir yang lebih tipis dari pemipihan yang pertama dan
kedua. Selama proses pemipihan, adonan juga diberi angin yang berasal dari
blower yang bertujuan supaya adonan tidak lengket pada belt conveyor dan saat
masuk pada proses pencetakan, potongan-potongan adonan biskuit yang dihasilkan
rata (Hadiwiyoto, 1993)
3.4 Pencetakan (cutting)
Adonan biskuit asin yang telah mengembang dan
biskuit manis diberi nomor urut masakan
dan kemudian adonan tersebut dicetakdengan mesi pencetak secara vertical (vertically
reciprocating cutter/embrossing machine) sehingga adonan yang tidak tercetak
akan kembali ke bagian awal mesin penipis pada proses pemipihan untuk dicetak
kembali. Pencetakan adonan biskuit dilakukan dengan berbagai bentuk mesin
pencetak biskuit sesuai dengan jenis adonan biskuit yang diinginkan. Selama 1
menit mesin pencetak vertikal mampu mencetak ± 115 buah biscuit (Fellous, 1990)
3.5 Pemanggangan (oven)
Setelah proses pencetakan, adonan dipanggang dengan cara
dilewatkan dalam oven yang dilengkapi dengan belt konveyer. Selama pemanggangan
penetrasi panas terjadi di bagian bawah dan atas adonan. Penetrasi panas bagian
tengah berjalan lambat sehingga mudah
terbentuk rongga udara dan pembentukan struktur crumb ( Faridi, 1994).
Pembakaran menggunakan oven yang menggunakan system noozle
menggunakan empat macam bumer dengan suhu pemanggangan yang berbeda-beda. Suhu
pemanggangan biscuit yang digunakan pada oven I 290oC, oven II 320oC,
oven III 3300C,dan oven IV 270oC. Proses pemanggangan ini
memerlukan waktu ± 5-7 menit tergantung dari kecepatan konveyer dan jenis
biscuit yang diproduksi. Oven yang digunakan dalam pembuatan biscuit asin ini
hanya 2 line sementara dalam pembuatan biscuit manis berjumlah 4 line. Parameter
yang harus diperhatikan dalam proses pemanggangan adalah mengendalikan
kecepatan konveyer dan membuka tutup cerobong asap oven (Faridi, 1994).
3.6 Pendinginan
Proses pendinginan ini dimaksudkan untuk menurunkan suhu
produk dan mencegah terjadinya penyerapan uap air sehingga tidak terjadi pengembunan
di dalam kemasan yang menghasilkan uap air sehingga dapat memperpendek umur
simpan biskuit. Pendinginan juga berfungsi menghilangkan bau ammonia yang tidak
sedap sehingga saat dikemas produk dapat tahan lama. Proses pendinginan
tersebut dilakukan dengan cara manual yaitu dengan penghembusan angin yang
dihasilkan oleh blower setelah produk keluar dari oven ( Desrosier,1988)
3.7 Pemisahan (sortasi) dan Pengemasan
Tidak semua biskit yang diproduksi memenuhi standar
kriteria produk. Untuk itu dilakukan pemisahan produk biskuit yang tidak
memenuhi kriteria biskuit yang baik. Pemisahan tersebut dilakukan dengan
menggunakan tenaga manual oleh para pekerja (Hadiwiyoto, 1993).
Biskuit yang telah disortasi langsung dikemas. Pengemasan
dilakukan secara manual oleh pekerja. Fungsi dasar pengemasan sendiri menurut
Robertson (1993) yaitu sebagai wadah, sebagai pelindung dari segala yang
merusak produk tersebut. Kemasan yang digunakan harus sesuai dan mampu
memberikan informasi kepada konsumen dengan tujuan mendapatkan kepercayaan dari
konsumen itu sendiri. Kemasan yang digunakan sudah dilengkapi dengan label
keterangan nama produk, berat produk, komposisi, tanggal kadaluarsa dan nama
pabrik. Kemasan yang digunakan terdiri dari kemasan primer, sekunder dan tersier.
Untuk kemasan primer digunakan plastik OPP (Orientated Polypropylene), kemasan
sekunder digunakan plastik PP (Poly Propylene) yang selanjutnya dikemas dalam
karton dan kemudian disegel (Desrosier,1988).
3.8 Diagram Air
3.8.1 Pembuatan Biskuit Manis
|
Mixing 15 menit kec 600-700rpm Air
Gula Spesial
|
||||
Cutting
(pemipihan ±2mm dan pencetakan)
Pemanggangan
(5-7 menit)
(oven 4 tahap dengan
suhu masing-masing 290°C, 320°C, 330°C, 270°C)
|
|||
Pendinginan
mixing 15 menit
|
Creaming
Produk
jadi
Pengamasan
Penyimpanan
3.8.2.
Pembuatan
Biskuit Asin
|
||||
Mixing 15 menit kec
600-700rpm
|
Fermentasi Yeast
(28-32°C, ±40
menit)
Laminating (7-9 lapis) Sho
Pemanggangan
(5-7 menit)
(oven 4 tahap dengan suhu
masing-masing 290°C, 320°C, 330°C, 270°C)
|
||||
Pendinginan
Produk jadi
Pengamasan
Penyimpanan
BAB
IV PERALATAN
Menurut
(Maltz,1992) alat dan mesin produksi yang digunakan dalam proses pembuatan
biskuit diantaranya :
4.1
Mesin
Produksi
4.1.1 Mixer
Mixer adalah
mesin pencampur untuk mencampurkan berbagai macam bahan menjadi satu kombinasi
yang seragam dan partikelnya berdekatan
satu sama lain dimana hasil pencampurannya dalam baking disebut sebagai adonan.
Kerja mixer
dimulai ketika semua bahan telah dimasukkan kedalam mangkok besar kemudian
agitator diputar dan selama proses mixing ini berlangsung, mangkok tersebut harus
ditutup rapat. Penambahan bahan-bahan lain seperti air dan minyak dilakukan
melalui lubang yang terdapat di bagian atas tutup. Pergerakan agitator selain
dapat mencampur semua bahan secara homogen juga dapat memberikan perlakuan
stretching, pressing, dan folding pada adonan tanpa tearing (merobek adonan).
Mixer yang
digunakan dalam pembuatan biscuit diantaranya :
a) Horizontal
Dough Machine
Mixer ini berfungsi untuk mencampurkan semua bahan baku dan bahan pembantu dalam
pembuatan biskuit sampai terbentuk adonan yang kohesif.
Gambar
1 : Horizontal Dough Machine
( Anonimousc,2005)
Prinsip kerja
dari mixer tersebut adalah mencampur bahan adonan yang dicampurkan menjadi
adonan biskuit yang siap untuk dipipihkan.
b) Vertical
Planetary Dough Machine
Mixer ini berfungsi untuk menghomogenkan adonan yang digunakan pada
pembuatan krim dan wafer.
Gambar
2 : Vertical Planetary Dough Machine (Anonimousc,2005)
Prinsip kerja
mixer ini adalah ketika bahan telah dimasukkan semua kedalam mangkok besar
kemudian ditutup rapat, agitator memutar dengan kecepatan yang telah ditentukan
sehingga dengan otomatis bahan yang telah dimasukkan tadi akan tercampur secara
merata dalam mangkok dan apabila ada penambahan minyak dan air itu dilakukan
melalui lubang yang ada pada tutup mangkuk.
4.1.2 Mesin Pemipih
dan Pencetak
Mesin pemipih
digunakan untuk mengurangi ketebalan adonan, memadatakan sehingga adonan nampak
kompak dan
membentuknya menjadi lembaran dengan ketebalan yang seragam.
Jenis mesin
pemipih yang digunakan dalam
pengolahan biskuit diantaranya :
a)
Rotary Stamping Biscuit Machine
Mesin ini memipihkan adonan sampai ketebalan 2mm dengan menggunakan
2 silinder baja berputar.
Gambar
3 : Rotary Stamping Biscuit Machine (Anonimousc,2005)
Prinsip kerja
alat ini adalah sama dengan mesin pencetak biskuit, bedanya terletak pada pemipih
adonan ini roller yang digunakan hanya roll biasa tidak memiliki bentuk cetakan
seperti pada mesin pencetak sehingga rollnya hanya satu jenis roll.
b)
Vertically
Reciprocating Cutter/Embrossing Machine
Mesin pencetak biscuit jenis Vertically
Reciprocating Cutters atau Ebrossing Machine ini berfungsi untuk mencetak
adonan biskuit dengan bentuk dan
ukuran yang diinginkan.
Gambar
4 : Vertically Reciprocating Cutter (Anonimousc,2005)
4.1.3 Mesin
Pengovenan
Oven memberikan
efek pemanasan pada adonan sehingga dihasilkan produk jadi. Oven merupakan
peralatan yang paling penting karena dapat mempengaruhi kualitas produk akhir. Oven
biskuit ini berfungsi untuk memanggang adonan biskuit yang telah dicetak dengan
menggunakan sistem nozzel dengan 4 burner.
Oven yang biasa
digunakan oleh pabrik adalah oven mempunyai 4 kompor yang alat pemanasnya
disusun atas-bawah. Suhu oven antara 220-330ºC. Tiap kompor memiliki fungsinya
masing – masing, yaitu Oven 1 dengan suhu 290ºC yang berfungsi untuk
mengembangkan biskuit basah, oven 2 dengan suhu 320ºC yang berfungsi untuk
pembentukan warna atau terjadinya reaksi pencoklatan, oven 3 dengan suhu 330ºC
yang berfungsi untuk tahap akhir atau tahap pematangan biskuit, dan oven 4 dengan
suhu 270ºC yang berfungsi untuk mengimbangi (mungkin pada oven ketiga ada yang
kurang sempurna).
Gambar 5 : Oven (Anonimousc,2005)
4.1.5 Sealer
Merupakan alat
yang digunakan untuk melekatkan secara elektrik produk secara elektrik.
Gambar 7 : Sealer (Anonimousc,2005)
4.2
Peralatan Industri
4.2.1
Belt Conveyor
Merupakan alat
yang digunakan untuk memindahkan bahan atau adonan ke tempat proses berikutnya
dengan daya 2HP.
Gambar
8 : Belt Conveyor (Anonimousc,2005)
4.2.2
Kereta Dorong
Merupakan alat yang digunakan untuk
memindahkan bahan atau produk dari suatu tempat ke tempat yang lainnya.
Gambar
9 : Kereta Dorong (Anonimousc,2005)
4.2.3
Palet
Merupakan alat yang digunakan untuk
tempat meletakan bahan dan produk.
Gambar
10 : Palet (Anonimousc,2005)
4.2.4
Carton Sealer
Merupakan alat
yang digunakan untuk menutup karton atau kardus dengan selotip.
Gambar 11 : Carton Sealer
(Anonimousc,2005)
4.2.5
Shrink Tunnel
Merupakan alat
yang digunakan untuk menutup kaleng dengan plastic di bagian luar.
Gambar 12 : Shrink Tunnel (Anonimousc,2005)
4.3.6 Forklift
Merupakan
alat yang digunakan sebagai transportasi bahan dan produk yang dibawa
menggunakan palet.
Gambar
13 : Forklift (Anonimousc,2005)
4.3.7 Timbangan
a.
Timbangan skala besar
Alat
ini digunakan untuk menimbang bahan baku dan bahan pembantu di gudang
penyimpanan dengan kapasitas 500 kg.
Gambar
14 : Timbangan skala besar (Anonimousc,2005)
b. Timbangan skala kecil
Alat ini digunakan untuk menimbang bahan pembantu dalam
pembuatan adonan dengan kapasitas 2kg, 10kg dan 15kg.
Gambar 15 : Timbangan skala kecil (Anonimousc,2005)
BAB
V KESIMPULAN
Berdasarkan uraian bahasan mengenai “biskuit”, dapat disimpulkan
bahwa biskuit adalah produk olahan yang terbuat dari tepung terigu, tepung
tapioka, gula, lemak, air, garam, susu bubuk, telur, ragi, emulsifier berupa
Soybean Lecithin , baking powder, perasa makanan, pewarna makanan. Alat-alat
yang digunakan pada pembuatan biskuit yang paling utama adalah mixer, alat
pemipih dan pencetak biskuit, dan alat pengoven. Kita harus memenuhi beberapa
kemampuan jika kita ingin membuat biskuit. Kita harus mampu mengetahui karakteristik bahan yang akan digunakan, mampu
menjaga alat agar tetap steril, mampu mengoprasikan setiap alat, mampu memahami
setiap proses pengolahan, serta mampu memperhitungkan nilai gizi yang ada pada
biskuit sehingga biskuit menjadi produk pangan yang sehat serta sarat akan
gizi.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonymousa. 2002. http://food product
design.com /archive/20000506 cs htm. Diakses
tanggal 20 Desember 2011.
Anonymousb.
2006. Kraker dan Cookies. www.ebookpangan.com. Diakses tanggal 20
Desember 2011.
Anonymousc,2005.http://www.iptek.net.id/ind/warintek/pengolahanpangan.idx.php.
Diakses tanggal 20 Desember 2011.
Astawan, M. 2001. Membuat Mie dan
Bihun. Penebar Swadaya. Jakarta.
De Man, J, M. 1997. Kimia Makanan.
Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Desrosier, Norman, W. 1988. Technology
of Food Preservation. AVI Publishing Company Inc. Diterjemahkan oleh
Muchcadi Muljohardjo. Teknologi Pengawetan Pangan. Universitas Indonesia Press.
Jakarta.
Eliason, A,C. 1996. Carbohidrates
in Food. Marcel Dekker Inc. New York.
Faridi, H. 1994. The Science of
Cookie and Cracker Production. Capman and Hall. New York.
Fellous, P, J. 1990. Food Processing
and Technology, Principles and Practise. Ellis Harwod. New York.
Hadiwiyoto,S. 1993. Pengolahan
Produk Serealia dan Biji-Bijian. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. ITB
Bandung.
Hui, A, Y. 1992. Encyclopedia of
Food and Technology. John Wiley and sons Company Inc. New York.
Ketaren, S. 1986. Minyak dan Lemak
Pangan. Universitas Indonesia Press.Jakarta.
Maltz, S, A. 1992. Cookie and
Cracker Technology. AVI Publishing Company Inc. London
Utami,I,S. 1991. Pengolahan Roti.
PAU Pangan dan Gizi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta
Winarno, F, G. 1991. Kimia Pangan
dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.