Selasa, 26 Juni 2012

Makalah Biskuit (THP UB)


BAB I PENDAHULUAN

Biskuit adalah produk panggang dalam bentuk potongan kecil dan mempunyai tekstur atau konsistensi yang kering, renyah dan tekstur pori yang lebih rapat. Biskuit meupakan produk yang berukuran tipis dengan kadar air relatif rendah (±5%), adonannya digiling menjadi lembaran-lembaran tipis yang kemudian dipotong atau dipanggang. Atau dapat dikatakan bahwa biscuit merupakan produk yang diproleh dengan memanggang adonan dari tepung terigu dengan penambahan bahan makanan lain dan dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan makanan yang dizinkan dengan kadar protein tidak boleh kurang dari 9% dan kadar air tidak boleh lebih dari 5% (Utami,1991).
Menurut Wallington (1993) biskuit adalah produk yang memiliki struktur dan rupa yang tipis, memiliki rasa manis dan kadar air yang rendah. Sifat masing-masing biskuit ditentukan oleh jenis tepung yang digunkan, proporsi gula dan lemak, kondisi dari bahan-bahan tersebut pada saaat ditambahkan dalam campuran, metode pencampuran, penanganan adonan dan metode pamanggangan.
Secara umum menurut Faridi (1994) komposisi kimia biscuit setiap 100 gram dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Kandungan
Jumlah
Kalori (kkal)
458
Air (%)
2.2
Karbohidrat  (%)
75.1
Protein  (%)
6.9
Lemak  (%)
14.4
Vit B1 (mg)
0.09
Besi  (mg)
2.7
Kalium (mg)
62
Fosfor (mg)
87
Tabel 1. Komposisi Kimia Biskuit per 100 g Bahan

Biskuit memiliki kadar air yang rendah dengan tingkat kekerasan, kerapuhan dan kerenyahan yang bervariasi. Perbedaan kadar air yang terdapat pada biskuit akan memberikan pengaruh terhadap tekstur biskuit. Tektur pada bikuit dikatakan rapuh bila dapat dipatahkan dengan mudah tanpa didahului oleh adanya perubahan bentuk saat diberi tekanan (Anonymousa, 2002).
Berdasarkan jenisnya, produk biskuit dapat dibedakan menjadi 2 jenis yaitu biskuit manis dan biskuit asin. Biskuit manis atau disebut juga biskuit keras merupakan jenis biskuit dengan rasa manis yang dibuat dari adonan keras, berbentuk pipih, bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur padat, dapat berkadar lemak tinggi atau rendah. Sedangkan biskuit asin atau disebut juga kreker merupakan jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras melalui proses fermentasi atau pemeraman, berbentuk pipih yang rasanya mengarah asin dan relatif renyah, serta bila dipatahkan penampangnya potongannya berlapis-lapis (Anonymousb, 2006).
Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk menambah wawasan mahasiswa tentang produksi biskuit dari bahan yang digunakan, alat yang digunakan serta cara pembuatan biskuit. Tujuan berikutnya adalah untuk mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama melaksanakan perkuliahan dalam dunia industri serta untuk mempelajari segala hal tentang produksi biskuit yang sesuai dengan teknologi hasil pertanian.


















BAB II BAHAN BAKU

2.1   Bahan Baku
        2.1.1 Tepung Terigu
Tepung terigu merupakan bahan utama dalam pembuatan biskuit. Tepung terigu yang berkualitas untuk produksi biskuit adalah tepung terigu hasil penggilingan gandum lunak (soft) dan lemah (weak) yang cendrung memberikan tekstur yang lembut dan eating quality yang bagus. Gandum lunak baik digunakan karena kandungan proteinnya tinggi dan glutennya sedang, tetapi kandungan patinya tinggi, sehingga adonan yang dihasilkan tidak lengket, daya pengembangannya kecil, dapat membentuk adonan yang stabil selama pencampuran dan dapat mengikat gas selama proses pemanggangan ( Faridi,1994)
Fungsi dari penggunaan tepung terigu yaitu sebagai pembentuk jaringan kerangka dari produk biskuit akibat pembentukan gluten. Protein yang terkandung dalam tepung terigu yang tidak larut dalam air (Gliadin dan Glutenin) akan menyerapan air dan akan membentuk gluten. Tepung terigu dengan kandungan protein rendah digunakan agar pengembangan adonan akibat gluten yang terbentuk tidak terjadi secara berlebihan (sifat gluten yang tidak begitu kuat) karena pada biskuit bukan pengembangan adonan yang diperlukan seperti pada produksi roti (Astawan,2001)

2.2   Bahan Pembantu
        2.2.1 Tepung Tapioka
            Tepung tapioka ini merupakan bahan campuran produk tertentu yaitu pada pembuatan biskuit. Fungsi penambahan tepung tapioka pada pembuatan adonan biskuit sebagai tepung substansi agar ketergantungan terhadap tepung gandum atau tepung terigu tidak terlalu besar. Kandungan tapioka yang paling penting adalah amilosa dan amilopektin yang menyebabkan proses penyerapan air selama pemasakan, hal ini menyebabkan produk akhir renyah (Astawan,2001).


        2.2.2 Gula
Gula merupakan bahan penting dalam pembuatan adonan biskuit karena memberikan rasa manis terhadap produk yang dihasilkan, memberikan tekstur yang bagus, mengatur fermentasi serta warna yang lebih baik. Gula yang digunakan adalah gula kristal (sukrosa) dan dekstrosa (Eliason,1996)
Gula yang digunakan sebagai penabur di atas biskuit, gula cair, gula khusus (gula cair fermentasi) merupakan  gula khusus merupakan gula kristal yang dicairkan dan didalamnya telah dibiakkan yeast selama kurang lebih tiga hari. Fungsi dari gula fermentasi ini adalah agar biskuit yang dihasilkan memiliki aroma (flavor) yang berbeda. Gula halus berasal dari gula kristal (sukrosa) yang diolah secara khusus (dihaluskan) sebelum digunakan. Sedangkan dekstrosa merupakan produk yang sudah tersedia di pasaran (Eliason,1996).

        2.2.3 Lemak
Lemak atau minyak yang digunakan dalam pembuatan adonan biskuit terdiri dari tiga macam yaitu minyak goreng, shortening, dan baker’s fat. Fungsi lemak dalam adonan sebagai peminyakan untuk pengembangan sel dalam adonan sehingga dapat memperbaiki remah biskuit yang dihasilkan (Ketaren 1986).
Lemak yang digunakan dalam pembuatan adonan biskuit diantaranya :
1.    Minyak Goreng
Minyak goreng ini digunakan sebagai pengganti dari margarin karena menurut Ketaren (1986), pada pembuatan biskuit sifat lemak yang dipentingkan adalah lemak yang mempunyai nilai shortening serta stabilitas yang tinggi dan bukan lemak yang dapat membentuk krim atau emulsi. Minyak yang digunakan dalam pembuatan biskuit adalah minyak yang tidak dihidrogenasi karena minyak kelapa sawit merupakan minyak dengan asam lemak jenuh tinggi sehingga tahan terhadap ketengikan oksidatif dan mencegah waxy mouthfeel di mulut.
2.    Shortening
Shortening mempengaruhi pengkerutan dan keempukan terhadap produk yang dipanggang, dan juga sebagai pelumas dalam pencegahan pengembangan protein yang berlebihan selama pembuatan adonan biskuit (Desrosier, 1988).
Penambahan shortening ini berfungsi untuk memperbaiki tekstur, meningkatkan kelezatan dan keempukan, memperbaiki aerasi sehingga produk bisa mengembang, memperbaiki cita rasa dan juga sebagai pengemulsi untuk mempertahankan kelembaban (Ketaren 1986).
3.    Baker’s Fat
Baker’s fat disebut juga emulsi shoertening, mengandung emulsifier (mono dan digliserida) yang berguna untuk meningkatkan daya absorbsi dan daya menahan air sehingga cocok digunakan sebagai salah satu bahan baku dalam pembuatan krim untuk biskuit yang menggunakan krim. Baker’s fat tidak digunakan dalam pembuatan adonan biskuit (Desrosier, 1988).
        2.2.4 Air
Air merupakan bahan yang sangat penting sebab dapat menghasilkan produk yang baik dan seragam. Air yang digunakan harus memenuhi kriteria air minum yaitu harus bersih, jernih, tidak berwarna, tidak berbau dan tidak mengandung bahan tersuspensi atau kekeruhan. Air digunakan terutama sebagai media katalis reaksi yang terjadi dalam adonan, untuk membentuk adonan dan mempengaruhi tekstur produk. Reaksi air dengan gluten dapat memberikan sifat keras pada produk akhir. Air akan menghidrasi protein dan pati dalam tepung dan penting untuk pengembangan gluten. Beberapa molekul air akan terikat kuat pada protein tepung selama mixing adonan (De Man,1997)

        2.2.5 Susu Bubuk (Milk Powder)
Salah satu bahan penting dalam pembuatan biskuit adalah susu, karena susu dapat memberikan rasa, kenampakan produk akhir, kalsium dalam susu dapat memperkuat gluten yang terbentuk, efek buffer susu juga dapat menghambat fermentasi serta warna yang lebih baik (Maltz,1992).
Dalam pembuatan biskuit ada tiga macam susu yaitu cocoa powder, whey powder, dan full cream powder. Cocoa powder digunakan sebagai penambah rasa coklat pada jenis biskuit tertentu dan sebagai bahan cream coklat. Fungsi whey powder adalah untuk memperbaiki tekstur, warna, rasa, dan menambah nilai gizi. Sedangkan full cream powder bertujuan untuk meningkatkan nilai gizi dan memperbaiki cita rasa, selain itu air dalam susu membantu terbantuknya gluten pada adonan, mengatur kepadatan adonan, melarutkan, dan menyebarkan adonan (Astawan,2001).

        2.2.6 Telur
Telur yang digunakan dalam pembuatan adonan biskuit adalah telur segar yang sebelumnya dilakukan pemisahan antara putih dan kuning telur. Telur yang digunakan dalam pembuatan adonan biskuit hanya bagian kuningnya saja karena mengandung lesitin yang mempunyai daya pengemulsi dan dapat memberikan cita rasa, sedangkan bagian putih telur digunakan sebagai bahan dalam pembuatan krim untuk biskuit jenis bunga gem (Winarno,1991).
Selain digunakan kuning telur untuk keperluan sebagai pengemulsi juga digunakan lesitin yang berasal dari kedelai. Hal tersebut dilakukan karena daya simpan dari telur sendiri tidak terlalu lama serta ketersediaan telur juga terbatas sehingga digunakan pula lesitin yang berasal dari kedelai (Winarno,1991).

        2.2.7 Garam
Garam yang digunakan adalah garam yang mengandung iodium. Menurut Matz (1992), efek penambahan garam dalam adonan secara umum adalah meningkatkan warna remahan dan butiran kue. Selain itu, penambahan garam dalam pembuatan adonan biskuit biasanya berfungsi untuk menambah cita rasa dan meningkatkan aroma, memperkuat kekompakan adonan dan memperlambat pertumbuhan aroma, memperkuat kekompakan adonan dan memperlambat pertumbuhan jamur pada produk akhir. Penambahan garam pada adonan juga ditentukan sesuai dengan takaran (formula) yang ada untuk pembuatan satu kali adonan.

        2.2.8 Ragi (Yeast)
Yeast digunakan pada pembuatan biskuit asin dan manis. Pada biskuit asin, yeast dicampurkan secara langsung ke dalam adonan saat mixing. Sedangkan pada biskuit manis, yeast tidak langsung dicampurkan ke dalam adonan namun melalui air gula spesial saat mixing (Faridi,1994)


2.3   Bahan Penolong
        2.3.1 Pengembang (Baking Powder)
Bahan pengembang yang digunakan yaitu sodium bikarbonat. Bahan pengembang lain yang digunakan dalam pembuatan adonan biskuit adalah ammonium bikarbonat. Selain sebagai pengembang senyawa ini juga merupakan senyawa preservatif untuk memperpanjang daya simpan dari biskuit yang dihasilkan. Menurut Hui (1992), umumnya ammonium bikarbonat ini dilarutkan di dalam air lalu ditambahkan pada adonan saat dimixer. Ammonium bikarbonat akan terurai pada suhu tinggi (Winarno, 2004). Bahan tersebut dipadukan dengan natrium bikarbonat agar diperoleh kualitas pengembangan dan preservatif yang bagus terhadap produk akhir biskuit.

        2.3.2 Perasa makanan (Food Flavour)
Perasa makanan (food flavour) yang ditambahkan pada tiap jenis produk berbeda jenisnya, sesuai dengan rasa yang dikehendaki. Penambahan perasa makanan dilakukan dengan dua cara yaitu penambahan dilakukan saat pembuatan adonan seperti rasa susu, kacang, coklat, dan kelapa, atau dilakukan pada krim yang menjadi isi dari biskuit misalnya pada pinneapple cream ( Hui, 1992)`


           

        2.3.3 Emulsifier
Emulsifier yang digunakan adalah Soybean Lecithin. Lesitin berfungsi sebagai emulsifier untuk menstabilkan fase minyak dan air pada adonan sehingga mencegah adonan lengket saat mixing.

        2.3.4 Pewarna Makanan (Food Color)
Pewarna makanan yang ditambahkan pada produk biskuit disesuaikan dengan rasa yang dikehendaki penambahan pewarna dilakukan saat pembuatan adonan. Tujuan penggunaan warna pada produk biskuit yang dihasilkan adalah untuk memulihkan warna alami makanan, keseragaman warna, memperkuat warna alami, membantu melindungi flavor dan vitamin selama pengolahan, memberikan penampilan yang menarik, membantu melindungi karakter yang ada pada produk, sebagai identifikasi visual terhadap kualitas makanan. Pewarna makanan yang digunakan antara lain lyncol lemon yellow, apple green, dalfcol panceau 4R, sunset yellow FCF, chocolate flv dan lyncol egg yellow (Hui, 1992)


















BAB III PROSES PENGOLAHAN

3.1   Persiapan Bahan
Persiapan bahan baku meliputi penimbangan bahan baku dan bahan-bahan tambahan yang akan digunakan. Awalnya dilakukan penimbangan dilakukan untuk bahan bersifat padat. Bahan-bahan yang berbentuk tepung harus melalui saringan dan air blower serta magnit untuk menarik logam. Baru kemudian disimpan dalam Silo. Bahan lain seperti lemak, minyak, sirup dan sebagainya disimpan dalam kaleng (Fellous, 1990).
Bahan-bahan yang telah ditimbang sesuai resep kemudian dibungkus dengan menggunakan plastik. Menurut (Hui, 1992) bahan-bahan yang akan ditimbang sebelumnya harus lolos dari uji laboratorium terlebih dahulu dan memenuhi persyaratan, yaitu :
1.      Bebas dari kontaminasi, kotoran, batu, kontaminasi jamur, mikroba, serangga dan tikus.
2.    Memenuhi standar yang berlaku.
Apabila bahan yang digunakan tidak memenuhi standar yang telah diberlakukan makaakan direject atau dikembalikan ke supplier menurut perjanjian yang ada.

3.2   Pencampuran (mixing)
Pencampuran bertujuan untuk meratakan bahan yang digunakan dan untuk memperoleh adonan dengan konsistensi halus dan homogen. Adonan yang diperoleh harus bersifat cukup kohesif dan relative tidak lengket sehingga mudah dibentuk (Hui, 1992)
Cara pembuatan biskuit meliputi pembuatan adonan yang dilakukan dengan mncampur bahan. Pencampuran bahan dilakukan sesuai spesifikasi biskuit yang akan dibuat, misalnya untuk mendapatkan kue yang bertekstur menyerpih didapat dengan mencampurkan tepung, lemak terlebih dahulu, kemudian ditambahkan gula cair, garam dan bahan-bahan lain untuk biskuit yang bertekstur seperti kue pie dapat diperoleh dengan memperbanyak komponen lemak di dalamnya (Faridi, 1994).
Pada tahap ini terdapat peluang kreasi dan inovasi formula sesuai produk akhir yang ingin dihasilkan. Proporsi masing-masing bahan tersebut akan menghasilkan sifat reologis yang berbeda tergantung dari formula yang ditambahkan. Pencampuran dilakukan dengan peralatan sederhana yang dioperasikan dengan tangan apabila jumlah adonannya sedikit dan bila dalam jumlah besar maka menggunakan peralatan yang sesuai yaitu mixer. Pemilihan jenis mixer yang sesuai dan tepat akan dapat membentuk adonan yang seragam tanpa menyebabkan pengembangan adonan yang berlebihan (Fellous, 1990)
Dala proses pencampuran, pertama-tama bahan yang digunakan seperti garam, lesitin, minyak goring, gula, ammonium bikarbonat dan air dicampurkan dalam mixer. Kemudian tepung terigu dan tepung tapioka dicampurkan melalui pipa yang terhubung di lantai dua pabrik yang dimasukkan secara manual oleh pekerja dari atas. Di setiap mixer sendiri telah terdapat bel yang menandakan pengisian tepung terigu dan tepung tapioka siap ditambahkan. Setelah diperoleh adonan yang kalis, adonan akan dipindahkan ke dalam lori yang telah disediakan dan telah diberi nomor masakan. Pada adonan biskuit asin dilakukan fermentasi selama ± 40 menit. Suhu fermentasi sekitar 27-32º C. Sedangkan adonan biskuit manis ditambahkan air gula special dimana air gula ini merupakan air gula fermentasi yang terdiri dari gula yang dicairkan kemudian ditambahkan yeast dan di fermentasi selama 3 hari (Maltz, 1992).

3.3   Pemipihan
Pemipihan dilakukan untuk membentuk adonan manjadi lembaran dengan ketebalan yang lebih tipis dari sebelumnya dan seragam. Adonan dilewatkan pada roll press yang berputar berlawanan arah sehingga adonan berbentuk lembaran. Proses pemipihan ini berlangsung sebanyak 3 kali agar mendaapatkan hasil akhir yang lebih tipis dari pemipihan yang pertama dan kedua. Selama proses pemipihan, adonan juga diberi angin yang berasal dari blower yang bertujuan supaya adonan tidak lengket pada belt conveyor dan saat masuk pada proses pencetakan, potongan-potongan adonan biskuit yang dihasilkan rata (Hadiwiyoto, 1993)




3.4   Pencetakan (cutting)
Adonan biskuit asin yang telah mengembang dan biskuit  manis diberi nomor urut masakan dan kemudian adonan tersebut dicetakdengan mesi pencetak secara vertical (vertically reciprocating cutter/embrossing machine) sehingga adonan yang tidak tercetak akan kembali ke bagian awal mesin penipis pada proses pemipihan untuk dicetak kembali. Pencetakan adonan biskuit dilakukan dengan berbagai bentuk mesin pencetak biskuit sesuai dengan jenis adonan biskuit yang diinginkan. Selama 1 menit mesin pencetak vertikal mampu mencetak ± 115 buah biscuit (Fellous, 1990)

3.5   Pemanggangan (oven)
Setelah proses pencetakan, adonan dipanggang dengan cara dilewatkan dalam oven yang dilengkapi dengan belt konveyer. Selama pemanggangan penetrasi panas terjadi di bagian bawah dan atas adonan. Penetrasi panas bagian tengah berjalan lambat  sehingga mudah terbentuk rongga udara dan pembentukan struktur crumb ( Faridi, 1994).
Pembakaran menggunakan oven yang menggunakan system noozle menggunakan empat macam bumer dengan suhu pemanggangan yang berbeda-beda. Suhu pemanggangan biscuit yang digunakan pada oven I 290oC, oven II 320oC, oven III 3300C,dan oven IV 270oC. Proses pemanggangan ini memerlukan waktu ± 5-7 menit tergantung dari kecepatan konveyer dan jenis biscuit yang diproduksi. Oven yang digunakan dalam pembuatan biscuit asin ini hanya 2 line sementara dalam pembuatan biscuit manis berjumlah 4 line. Parameter yang harus diperhatikan dalam proses pemanggangan adalah mengendalikan kecepatan konveyer dan membuka tutup cerobong asap oven (Faridi, 1994).

3.6   Pendinginan
Proses pendinginan ini dimaksudkan untuk menurunkan suhu produk dan mencegah terjadinya penyerapan uap air sehingga tidak terjadi pengembunan di dalam kemasan yang menghasilkan uap air sehingga dapat memperpendek umur simpan biskuit. Pendinginan juga berfungsi menghilangkan bau ammonia yang tidak sedap sehingga saat dikemas produk dapat tahan lama. Proses pendinginan tersebut dilakukan dengan cara manual yaitu dengan penghembusan angin yang dihasilkan oleh blower setelah produk keluar dari oven ( Desrosier,1988)

3.7   Pemisahan (sortasi) dan Pengemasan
Tidak semua biskit yang diproduksi memenuhi standar kriteria produk. Untuk itu dilakukan pemisahan produk biskuit yang tidak memenuhi kriteria biskuit yang baik. Pemisahan tersebut dilakukan dengan menggunakan tenaga manual oleh para pekerja (Hadiwiyoto, 1993).
Biskuit yang telah disortasi langsung dikemas. Pengemasan dilakukan secara manual oleh pekerja. Fungsi dasar pengemasan sendiri menurut Robertson (1993) yaitu sebagai wadah, sebagai pelindung dari segala yang merusak produk tersebut. Kemasan yang digunakan harus sesuai dan mampu memberikan informasi kepada konsumen dengan tujuan mendapatkan kepercayaan dari konsumen itu sendiri. Kemasan yang digunakan sudah dilengkapi dengan label keterangan nama produk, berat produk, komposisi, tanggal kadaluarsa dan nama pabrik. Kemasan yang digunakan terdiri dari kemasan primer, sekunder dan tersier. Untuk kemasan primer digunakan plastik OPP (Orientated Polypropylene), kemasan sekunder digunakan plastik PP (Poly Propylene) yang selanjutnya dikemas dalam karton dan kemudian disegel (Desrosier,1988).















3.8   Diagram Air
        3.8.1 Pembuatan Biskuit Manis
Bahan baku biskuit manis
 
       

       
                                  Mixing 15 menit kec 600-700rpm             Air Gula Spesial





Adonan biskuit manis
 



 



                                                              Cutting
                                  (pemipihan ±2mm dan pencetakan)








 



                                               
                                                Pemanggangan (5-7 menit)
(oven 4 tahap dengan suhu masing-masing 290°C, 320°C, 330°C, 270°C)







Bahan baku krim
 





                                                               
                                                         Pendinginan
                                mixing 15 menit
                                                     


krim
 


Creaming




                                            Produk jadi





                                                        Pengamasan





                                                        Penyimpanan






3.8.2.  Pembuatan Biskuit Asin





Bahan baku biskuit asin
 



 



  Mixing 15 menit kec 600-700rpm        








Adonan biskuit asin
 



                                                                                                                 
Fermentasi                                         Yeast    
(28-32°C, ±40 menit)

Laminating (7-9 lapis)                               Sho






Pemanggangan (5-7 menit)
(oven 4 tahap dengan suhu masing-masing 290°C, 320°C, 330°C, 270°C)





Biskuit Kering
 







            Pendinginan                                 





Produk jadi

Pengamasan

Penyimpanan





BAB IV PERALATAN

            Menurut (Maltz,1992) alat dan mesin produksi yang digunakan dalam proses pembuatan biskuit diantaranya :
4.1      Mesin Produksi
4.1.1    Mixer
Mixer adalah mesin pencampur untuk mencampurkan berbagai macam bahan menjadi satu kombinasi yang seragam dan  partikelnya berdekatan satu sama lain dimana hasil pencampurannya dalam baking disebut sebagai adonan.
Kerja mixer dimulai ketika semua bahan telah dimasukkan kedalam mangkok besar kemudian agitator diputar dan selama proses mixing ini berlangsung, mangkok tersebut harus ditutup rapat. Penambahan bahan-bahan lain seperti air dan minyak dilakukan melalui lubang yang terdapat di bagian atas tutup. Pergerakan agitator selain dapat mencampur semua bahan secara homogen juga dapat memberikan perlakuan stretching, pressing, dan folding pada adonan tanpa tearing (merobek adonan).
Mixer yang digunakan dalam pembuatan biscuit diantaranya :
a)    Horizontal Dough Machine
Mixer ini berfungsi untuk mencampurkan semua bahan baku dan bahan pembantu dalam pembuatan biskuit sampai terbentuk adonan yang kohesif.






                  Gambar 1 : Horizontal Dough Machine ( Anonimousc,2005)

Prinsip kerja dari mixer tersebut adalah mencampur bahan adonan yang dicampurkan menjadi adonan biskuit yang siap untuk dipipihkan.

b)    Vertical Planetary Dough Machine
Mixer ini berfungsi untuk menghomogenkan adonan yang digunakan pada pembuatan krim dan wafer.







Gambar 2 : Vertical Planetary Dough Machine (Anonimousc,2005)

Prinsip kerja mixer ini adalah ketika bahan telah dimasukkan semua kedalam mangkok besar kemudian ditutup rapat, agitator memutar dengan kecepatan yang telah ditentukan sehingga dengan otomatis bahan yang telah dimasukkan tadi akan tercampur secara merata dalam mangkok dan apabila ada penambahan minyak dan air itu dilakukan melalui lubang yang ada pada tutup mangkuk.

4.1.2   Mesin Pemipih dan Pencetak
Mesin pemipih digunakan untuk mengurangi ketebalan adonan, memadatakan sehingga adonan nampak kompak dan membentuknya menjadi lembaran dengan ketebalan yang seragam.
Jenis mesin pemipih yang digunakan dalam pengolahan biskuit diantaranya :
a)    Rotary Stamping Biscuit Machine
Mesin ini memipihkan adonan sampai ketebalan 2mm dengan menggunakan 2 silinder baja berputar.






                                    Gambar 3 : Rotary Stamping Biscuit Machine (Anonimousc,2005)

Prinsip kerja alat ini adalah sama dengan mesin pencetak biskuit, bedanya terletak pada pemipih adonan ini roller yang digunakan hanya roll biasa tidak memiliki bentuk cetakan seperti pada mesin pencetak sehingga rollnya hanya satu jenis roll.

b)    Vertically Reciprocating Cutter/Embrossing Machine
Mesin pencetak biscuit jenis Vertically Reciprocating Cutters atau Ebrossing Machine ini berfungsi untuk mencetak adonan biskuit dengan bentuk dan ukuran yang diinginkan.
                       






Gambar 4 : Vertically Reciprocating Cutter (Anonimousc,2005)

4.1.3   Mesin Pengovenan
Oven memberikan efek pemanasan pada adonan sehingga dihasilkan produk jadi. Oven merupakan peralatan yang paling penting karena dapat mempengaruhi kualitas produk akhir. Oven biskuit ini berfungsi untuk memanggang adonan biskuit yang telah dicetak dengan menggunakan sistem nozzel dengan 4 burner.
Oven yang biasa digunakan oleh pabrik adalah oven mempunyai 4 kompor yang alat pemanasnya disusun atas-bawah. Suhu oven antara 220-330ºC. Tiap kompor memiliki fungsinya masing – masing, yaitu Oven 1 dengan suhu 290ºC yang berfungsi untuk mengembangkan biskuit basah, oven 2 dengan suhu 320ºC yang berfungsi untuk pembentukan warna atau terjadinya reaksi pencoklatan, oven 3 dengan suhu 330ºC yang berfungsi untuk tahap akhir atau tahap pematangan biskuit, dan oven 4 dengan suhu 270ºC yang berfungsi untuk mengimbangi (mungkin pada oven ketiga ada yang kurang sempurna).







                                                Gambar 5 : Oven (Anonimousc,2005)

4.1.5   Sealer
Merupakan alat yang digunakan untuk melekatkan secara elektrik produk  secara elektrik.







Gambar 7 : Sealer (Anonimousc,2005)

4.2      Peralatan Industri
4.2.1   Belt Conveyor
Merupakan alat yang digunakan untuk memindahkan bahan atau adonan ke tempat proses berikutnya dengan daya 2HP.






Gambar 8 : Belt Conveyor (Anonimousc,2005)

4.2.2   Kereta Dorong
Merupakan alat yang digunakan untuk memindahkan bahan atau produk dari suatu tempat ke tempat yang lainnya.






Gambar 9 : Kereta Dorong (Anonimousc,2005)

4.2.3  Palet
Merupakan alat yang digunakan untuk tempat meletakan bahan dan produk.





                                    Gambar 10 : Palet (Anonimousc,2005)

4.2.4 Carton Sealer
Merupakan alat yang digunakan untuk menutup karton atau kardus dengan selotip.




                       
                                   

Gambar 11 : Carton Sealer (Anonimousc,2005)

4.2.5 Shrink Tunnel
Merupakan alat yang digunakan untuk menutup kaleng dengan plastic di bagian luar.

           





  Gambar 12 : Shrink Tunnel (Anonimousc,2005)

4.3.6 Forklift
               Merupakan alat yang digunakan sebagai transportasi bahan dan produk yang dibawa menggunakan palet.
           




                       
                           Gambar 13 : Forklift (Anonimousc,2005)

4.3.7 Timbangan
         a. Timbangan skala besar
              Alat ini digunakan untuk menimbang bahan baku dan bahan pembantu di gudang penyimpanan dengan kapasitas 500 kg.






                           Gambar 14 : Timbangan skala besar (Anonimousc,2005)
b.  Timbangan skala kecil
Alat ini digunakan untuk menimbang bahan pembantu dalam pembuatan adonan dengan kapasitas 2kg, 10kg dan 15kg.






Gambar 15 : Timbangan skala kecil (Anonimousc,2005)











BAB V KESIMPULAN


            Berdasarkan uraian bahasan mengenai biskuit, dapat disimpulkan bahwa biskuit adalah produk olahan yang terbuat dari tepung terigu, tepung tapioka, gula, lemak, air, garam, susu bubuk, telur, ragi, emulsifier berupa Soybean Lecithin , baking powder, perasa makanan, pewarna makanan. Alat-alat yang digunakan pada pembuatan biskuit yang paling utama adalah mixer, alat pemipih dan pencetak biskuit, dan alat pengoven. Kita harus memenuhi beberapa kemampuan jika kita ingin membuat biskuit. Kita harus mampu mengetahui karakteristik bahan yang akan digunakan, mampu menjaga alat agar tetap steril, mampu mengoprasikan setiap alat, mampu memahami setiap proses pengolahan, serta mampu memperhitungkan nilai gizi yang ada pada biskuit sehingga biskuit menjadi produk pangan yang sehat serta sarat akan gizi.





















DAFTAR PUSTAKA

Anonymousa. 2002. http://food product design.com /archive/20000506 cs htm. Diakses tanggal 20 Desember 2011.
Anonymousb. 2006. Kraker dan Cookies. www.ebookpangan.com. Diakses tanggal 20 Desember 2011.
Anonymousc,2005.http://www.iptek.net.id/ind/warintek/pengolahanpangan.idx.php. Diakses tanggal 20 Desember 2011.
Astawan, M. 2001. Membuat Mie dan Bihun. Penebar Swadaya. Jakarta.
De Man, J, M. 1997. Kimia Makanan. Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Desrosier, Norman, W. 1988. Technology of Food Preservation. AVI Publishing Company Inc. Diterjemahkan oleh Muchcadi Muljohardjo. Teknologi Pengawetan Pangan. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Eliason, A,C. 1996. Carbohidrates in Food. Marcel Dekker Inc. New York.
Faridi, H. 1994. The Science of Cookie and Cracker Production. Capman and Hall. New York.
Fellous, P, J. 1990. Food Processing and Technology, Principles and Practise. Ellis Harwod. New York.
Hadiwiyoto,S. 1993. Pengolahan Produk Serealia dan Biji-Bijian. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. ITB Bandung.
Hui, A, Y. 1992. Encyclopedia of Food and Technology. John Wiley and sons Company Inc. New York.
Ketaren, S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. Universitas Indonesia Press.Jakarta.
Maltz, S, A. 1992. Cookie and Cracker Technology. AVI Publishing Company Inc. London
Utami,I,S. 1991. Pengolahan Roti. PAU Pangan dan Gizi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta
Winarno, F, G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.